| National Movements | Japanese Occupation | The Birth of the Republic | Pergerakan Nasional | Pendudukan Jepang | Kelahiran Republik
Nationalist Movements Pergerakan Nasionalis
When all these regional wars of independence failed, Indonesian nationalists began thinking of a more-organized struggle against Dutch colonialism. The move began with the founding of Boedi Oetomo, literally meaning "noble conduct," on May 20, 1908. Ketika semua daerah ini gagal perang kemerdekaan, nasionalis Indonesia mulai memikirkan yang lebih terorganisir perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Langkah ini dimulai dengan berdirinya Boedi Oetomo, secara harfiah berarti "perilaku yang mulia," pada 20 Mei 1908. This organization of Indonesian intellectuals was initially set up for educational purposes but later turned into politics. It was inspired by Japan's victory over Russia in 1901, which also gave impetus to nationalist movements in many parts of Indonesia. Organisasi ini kaum intelektual Indonesia awalnya didirikan untuk tujuan pendidikan, tetapi kemudian berubah menjadi politik. Hal ini terinspirasi oleh kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1901, yang juga memberikan dorongan untuk gerakan nasionalis di banyak daerah di Indonesia. The founder of Boedi Oetomo was Dr. Soetomo who was, at the time, a student of STOVIA, an institution to train Indonesian medi-cal officers. Pendiri Boedi Oetomo adalah Dr Soetomo yang, pada waktu itu, seorang mahasiswa STOVIA, sebuah institusi untuk melatih Bahasa Indonesia perwira medi-cal. Dr. Soetomo was greatly influenced by Dr. Wahidin Soedirohoesodo and sup-ported by Gunawan and Suradji. Dr Soetomo sangat dipengaruhi oleh Dr Wahidin Soedirohoesodo dan sup-porting oleh Gunawan dan Suradji.
In 1912 Sarekat Dagang Islam, the Association of Moslem Merchants, was formed by Haji Samanhudi and others. Pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam, Asosiasi Muslim Merchants, dibentuk oleh Haji Samanhudi dan lain-lain.
Its objective was at first to stimulate and promote the interest of Indonesian business in the Dutch East Indies. Tujuannya adalah pada awalnya untuk merangsang dan meningkatkan minat bisnis Indonesia di Hindia Belanda. However, in 1912 this organization of middle class businessmen turned into a political party and was renamed Sarekat Islam under the leadership of HOS Tjokroaminoto, Haji Agoes Salim and others. Namun, pada tahun 1912 organisasi ini pengusaha kelas menengah berubah menjadi partai politik dan diganti namanya Sarekat Islam di bawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto, Haji Agoes Salim dan lain-lain. In 1912 a progressive Moslem organization, Muhammadiyah, was established by KH Akhmad Dahlan in Yogyakarta for the purpose of social and economic reforms. Pada tahun 1912 organisasi Islam yang progresif, Muhammadiyah, didirikan oleh KH Akhmad Dahlan di Yogyakarta untuk tujuan sosial dan reformasi ekonomi.
In December of the same year Partai Indonesia was founded by Douwes Dekker, later named Setiabudi, with Dr. Tjipto Mangunkusumo and Ki Hajar Dewantoro. The objective of the party was to strive for complete independence of Indonesia. Pada bulan Desember tahun yang sama Partai Indonesia didirikan oleh Douwes Dekker, yang kemudian dinamai Setiabudi, dengan Dr Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantoro. Tujuan dari partai itu untuk berjuang untuk kemerdekaan Indonesia lengkap. All three leaders of the party were exiled by the colonial government in 1913. Semua pemimpin tiga partai dibuang oleh pemerintah kolonial pada tahun 1913.
In 1914 communism was introduced in the East Indies by three Dutch nationals-Sneevliet, Baars and Brandsteder. Komunisme pada tahun 1914 diperkenalkan di Hindia Timur oleh tiga negara Belanda-Sneevliet, Baars dan Brandsteder. In May 1920 Sarikat Islam split into a right and a left wing, the latter was to become the Partai Komunis Indonesia (PKI, the Indonesian Communist Party) under the leadership of Semaun, Darsono, Alimin, Muso and others. Pada Mei 1920 Sarikat Islam terpecah menjadi sebuah hak dan sayap kiri, yang kedua adalah untuk menjadi Partai komunis Indonesia (PKI, Partai Komunis Indonesia) di bawah pimpinan Semaun, Darsono, Alimin, Muso dan lain-lain.
- The Powerless People's Council or Volksraad Yang Powerless Dewan Rakyat atau Volksraad
In 1916 Sarikat Islam held its first convention in Bandung and resolved the demand for self-government for Indonesia in cooperation with the Dutch. Sarikat Islam pada tahun 1916 diadakan pertemuan pertama di Bandung dan menyelesaikan permintaan untuk pemerintahan sendiri bagi Indonesia dalam kerjasama dengan Belanda. When Sarikat Islam demanded a share in the legislative power in the colony, the Dutch responded by setting up the Volksraad in 1918 which was virtually a powerless people's council with an advisory status. Ketika Sarikat Islam menuntut ikut dalam kekuasaan legislatif di koloni, Belanda menanggapi dengan membentuk Volksraad pada tahun 1918 yang hampir tidak berdaya dewan rakyat dengan status sebagai penasihat.
Indonesian representatives on the council were indirectly elected through regional councils, but some of the other members were appointed colonial officials. Indonesia di dewan perwakilan yang terpilih secara tidak langsung melalui dewan daerah, namun beberapa anggota lainnya ditunjuk pejabat kolonial.
The Volksraad later developed into a semi-legislative assembly. Volksraad kemudian dikembangkan menjadi semi-legislatif perakitan. Among the members of this body were prominent nationalist leaders like Dr. Tjipto Mangunkusumo, HOS Tjokroaminoto, Abdul Muis, Dr. GSSJ Ratulangi, MH Thamrin, Wiwoho, Sutardjo Kartohadikusumo, Dr. Radjiman, and Soekardjo Wiryopranoto. Di antara anggota tubuh ini adalah pemimpin nasionalis terkemuka seperti Dr Tjipto Mangunkusumo, HOS Tjokroaminoto, Abdul Muis, Dr GSSJ Ratulangi, MH Thamrin, Wiwoho, Sutardjo Kartohadikusumo, Dr Radjiman, dan Soekardjo Wiryopranoto.
Under the pressure of the social unrest in the Netherlands at the end of World War I, the Dutch promised to grant self-government to Indonesians. This was known as the "November promise." Di bawah tekanan dari keresahan sosial di Belanda pada akhir Perang Dunia I, Belanda berjanji untuk memberikan pemerintahan sendiri kepada warga negara Indonesia. Ini dikenal sebagai "November janji." It was a promise that was never met. Itu adalah janji yang tidak pernah bertemu.
Besides the Volksraad, there was another body called Raad van Indie, "the Council of the Indies," whose the members were appointed by the Government Achmad Djajadiningrat and Sujono were among the very few Indonesian members of this council. Selain Volksraad, ada badan lain yang disebut Raad van Indie, "Dewan Hindia," para anggota yang ditunjuk oleh Pemerintah Sujono Achmad Djajadiningrat dan termasuk di antara Bahasa Indonesia sangat sedikit anggota dewan ini.
In 1923 deteriorating economic conditions and increasing labor strikes prompted the colonial government to put severe restrictions on Indonesian civil liberties and make amendments to the colonial laws and penal codes. Freedom of assembly, speech and expression in writing was restricted. Pada tahun 1923, memburuknya kondisi ekonomi dan meningkatnya pemogokan buruh mendorong pemerintah kolonial untuk menempatkan pembatasan pada kebebasan sipil Indonesia dan mengadakan perubahan atas undang-undang kolonial dan kode pidana. Kebebasan berserikat, berbicara dan ekspresi dalam menulis terbatas. - Further Growth of Indonesian Organizations Pertumbuhan lebih lanjut Organisasi Indonesia
Despite the political restrictions, on July 3, 1922 Ki Hajar Dewantoro founded Taman Siswa, an organization to promote national education. In 1924 the Indonesian Students Association, "Perhimpunan Mahasiswa Indonesia," was formed by Drs. Meskipun pembatasan politik, pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantoro mendirikan Taman Siswa, sebuah organisasi untuk memajukan pendidikan nasional. Pada tahun 1924 Asosiasi Mahasiswa Indonesia, "Perhimpunan Mahasiswa Indonesia," dibentuk oleh Drs. Mohammad Hatta, Dr. Sukiman and others. This organization became a driving force of the nationalist movement to gain independence. Mohammad Hatta, Dr Sukiman dan lain-lain. Organisasi ini menjadi kekuatan pendorong gerakan nasionalis untuk mendapatkan kemerdekaan. The Indonesian Communist Party (PKI) staged revolts against the colonial government in November 1926 in West Java, and in January 1927 in West Sumatra. Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan pemberontakan melawan pemerintah kolonial pada November 1926 di Jawa Barat, dan pada bulan Januari 1927 di Sumatera Barat. After their suppression the Government exiled many non-communist nationalist leaders to Tanah Merah, which the Dutch called "Boven Digul" in Irian Jaya. Setelah mereka dibuang penindasan Pemerintah non-komunis banyak pemimpin nasionalis ke Tanah Merah, yang disebut Belanda "Boven Digul" di Irian Jaya. Dr. Tjipto Mangunkusumo was exiled to Bandaneira. Dr Tjipto Mangunkusumo dibuang ke Bandaneira.
In February 1927 Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo and other members of Indonesia's Movements attended the first international convention of the "League Against Imperialism and Colonial Oppression" in Brussels, together with Jawaharlal Nehru and many other prominent nationalist leaders from Asia and Africa. Pada Februari 1927 Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo dan anggota Gerakan Indonesia yang menghadiri konvensi internasional pertama dari "Liga Melawan Imperialisme dan Penindasan Kolonial" di Brussels, bersama-sama dengan Jawaharlal Nehru dan banyak pemimpin nasionalis terkemuka lainnya dari Asia dan Afrika. In July 1927, Soekarno, Sartono and others formed the Indonesian Nationalist Party (PNI), which adopted Bahasa Indonesia as the official language. Pada Juli 1927, Soekarno, Sartono dan lain-lain membentuk Partai Nasionalis Indonesia (PNI), yang diadopsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. This party adopted a militant policy of non-cooperation with the Government as the result of a fundamental conflict of interest between Indonesian nationalism and Dutch colonialism. In the same year, an all-Indonesia nationalist movement was organized by Indonesian youth to replace earlier organizations, which had been based on regionalism, such as "Young Java," "Young Sumatra" and "Young Ambon." Partai ini mengadopsi kebijakan militan non-kerjasama dengan Pemerintah sebagai hasil dari konflik kepentingan mendasar antara nasionalisme Indonesia dan kolonialisme Belanda. Pada tahun yang sama, yang semua gerakan nasionalis Indonesia diorganisasikan oleh pemuda Indonesia untuk menggantikan organisasi-organisasi sebelumnya, yang telah didasarkan pada kedaerahan, seperti "Young Jawa," "Young Sumatra" dan "Young Ambon."
On October 28, 1929, delegates to the second Indonesian Youth Congress in Jakarta pledged allegiance to "one country, one nation and one language, Indonesia." Pada tanggal 28 Oktober 1929, delegasi ke Kongres Pemuda Indonesia kedua di Jakarta berjanji setia kepada "satu negara, satu bangsa dan satu bahasa, Indonesia." Concerned about the growing national awareness of freedom, the colonial authorities arrested the PNI leader, Soekarno, in December 1929. Prihatin dengan meningkatnya kesadaran nasional kebebasan, penguasa kolonial menangkap pemimpin PNI, Soekarno, pada bulan Desember 1929. This touched off widespread protests by Indonesians. Hal ini memicu protes luas oleh orang Indonesia. In 1930 the world was in the grip of an economic and monetary crisis. Tahun 1930 dunia ini dalam cengkeraman ekonomi dan krisis moneter. The severe impact of the crisis was felt in the Indies, a raw material producing country. Dampak yang parah dari krisis ini terasa di Hindia, sebuah negara penghasil bahan baku.
The colonial government responded with a strict balanced budget policy that aggravated economic and social conditions. Pemerintah kolonial menjawab dengan tegas bahwa kebijakan anggaran berimbang memperburuk kondisi ekonomi dan sosial. Two other leaders of the PNI, Gatot Mangkupradja and Maskun Supriadinata, were arrested and tried in court on charges of plotting against the Government. Dua pemimpin lain dari PNI, Gatot Mangkupradja dan Maskun Supriadinata, ditangkap dan diadili di pengadilan atas tuduhan berkomplot melawan Pemerintah. Soekarno was released in September 1931 but exiled again in August 1933. Soekarno dibebaskan pada September 1931 tapi dibuang lagi pada bulan Agustus 1933. He remained in Dutch custody until the Japanese invasion in 1942. Ia tetap berada di tahanan Belanda hingga invasi Jepang pada tahun 1942.
In January 1931, Dr. Soetomo founded Persatuan Bangsa Indonesia, the Indonesian Unity Party. Pada Januari 1931, Dr Soetomo mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia, Partai Persatuan Indonesia. Its objective was to improve the social status of the Indonesian people. Tujuannya adalah untuk meningkatkan status sosial masyarakat Indonesia. In April of the same year, PNI was abandoned. A new party was formed by Sartono, LLM and named Partai Indonesia, the Indonesian Party. Pada bulan April tahun yang sama, PNI ditinggalkan. Sebuah partai baru yang dibentuk oleh Sartono, LLM dan bernama Partai Indonesia, Partai Indonesia. Its basis was nationalism, its line was independence. Also in 1931, Sutan Syahrir formed Pendidikan Nasional Indonesia. Dasarnya adalah nasionalisme, yang jalur kemerdekaan. Juga pada tahun 1931, Sutan Syahrir membentuk Pendidikan Nasional Indonesia. Known as the new PNI, it envisaged national education. Dikenal sebagai PNI baru, itu dipertimbangkan pendidikan nasional. Mohammad Hatta joined this organization. Mohammad Hatta bergabung dengan organisasi ini. In 1933 a mutiny broke out on the Dutch warship "De Zeven Provincien" for which Indonesian nationalists were held responsible. The following year Sutan Syahrir and Mohammad Hatta and other nationalist leaders were arrested and banished until 1942. Pada 1933 meletus pemberontakan di kapal perang Belanda "De Zeven Provincien" yang nasionalis Indonesia bertanggung jawab. Tahun berikutnya Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta dan pemimpin nasionalis lainnya ditangkap dan dibuang sampai 1942. In 1935, Soetomo merged Persatuan Bangsa Indonesia and Boedi Oetomo to form Partai Indonesia Raya (Parindra). Pada tahun 1935, Soetomo bergabung Persatuan Bangsa Indonesia dan Boedi Oetomo untuk membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra). Its fundamental goal was the independence of Great Indonesia. Tujuan dasarnya adalah kemerdekaan Indonesia Raya. In July 1936, Sutardjo submitted to the "Volksraad" a petition calling for greater autonomy for Indonesia. Pada Juli 1936, Sutardjo diserahkan kepada "Volksraad" petisi meminta otonomi lebih besar bagi Indonesia. This petition was flatly rejected by the Dutch-dominated Council. Permohonan ini adalah datar ditolak oleh Dewan didominasi Belanda. In 1937 Dr. AK Gani started the Indonesian People's Movement, Gerakan Rakyat Indonesia, which was based on the principles of nationalism, social independence and self-reliance. In 1939 the All Indonesian Political Federation, GAPI, called for the establishment of a full-fledged Indonesian parliament. Pada tahun 1937 Dr AK Gani memulai Gerakan Rakyat Indonesia, Gerakan Rakyat Indonesia, yang didasarkan pada prinsip-prinsip nasionalisme, kemandirian sosial dan kemandirian. Pada tahun 1939 Semua Federasi Politik Indonesia, GAPI, menyerukan pembentukan suatu full - fledged parlemen Indonesia. This demand was rejected by the Government in Holland in 1940. Tuntutan ini ditolak oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1940.
GAPI also demanded an Indonesian military service for the purpose of defending the country in times of war. GAPI juga menuntut layanan militer Indonesia untuk tujuan membela negara pada masa perang. Again, this was turned down, notwithstanding the impending outbreak of World War II. Sekali lagi, ini ditolak, terlepas dari menjelang pecahnya Perang Dunia II. At the time, there were widespread movements for fundamental and progressive reforms in the colonies and dependencies in Asia. Pada waktu itu, ada gerakan luas untuk reformasi mendasar dan progresif di koloni-koloni dan dependensi di Asia.
The Japanese Occupation Pendudukan Jepang
After their attack on Pearl Harbor in Hawaii, the Japanese forces moved southwards to conquer several Southeast Asian countries. Setelah serangan mereka di Pearl Harbor di Hawaii, pasukan Jepang bergerak ke selatan untuk menaklukkan beberapa negara Asia Tenggara. After Singapore had fallen, they invaded the Dutch East Indies and the colonial army surrendered in March 1942. Setelah Singapura telah jatuh, mereka menyerbu Hindia Belanda dan tentara kolonial menyerah pada Maret 1942.
Soekarno and Hatta were released from their detention. Soekarno dan Hatta dibebaskan dari penahanan mereka. The Japanese began their propaganda campaign for what they called "Great East Asia Coprosperity". But Indonesians soon realized that it was a camouflage for Japanese imperialism in place of Dutch colonialism. Jepang mulai kampanye propaganda mereka untuk apa yang mereka sebut "Coprosperity Asia Timur Besar". Tapi Indonesia segera menyadari bahwa itu adalah kamuflase untuk imperialisme Jepang di tempat kolonialisme Belanda.
To further the cause of Indonesia's independence, Soekarno and Hatta appeared to cooperate with the Japanese authorities. Untuk lebih lanjut penyebab kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta muncul untuk bekerja sama dengan pejabat-pejabat Jepang. In reality, however, Indonesian nationalist leaders went underground and masterminded insurrections in Blitar (East Java), Tasikmalaya and Indramayu (West Java), and in Sumatra and Kalimantan. Dalam kenyataannya, para pemimpin nasionalis Indonesia bergerak di bawah tanah dan didalangi hara di Blitar (Jawa Timur), Tasikmalaya dan Indramayu (Jawa Barat), dan di Sumatra dan Kalimantan.
Under the pressure of the 4th Pacific war, where their supply lines were interrupted, and the increasing of Indonesian insurrections, the Japanese ultimately gave in to allow the red-and-white flag to fly as the Indonesian national flag. Di bawah tekanan dari ke-4 perang Pasifik, di mana garis suplai mereka terganggu, dan kenaikan hara Indonesia, Jepang akhirnya menyerah untuk memungkinkan merah-putih bendera untuk terbang sebagai bendera nasional Indonesia. Recognition of "Indonesia Raya" as the national anthem and Bahasa Indonesia as the national language followed. Pengakuan "Indonesia Raya" sebagai lagu kebangsaan dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diikuti. Hence, the youth's pledge of 1928 was fulfilled. Oleh karena itu, sumpah pemuda tahun 1928 terpenuhi.
After persistent demands, the Japanese finally agreed to place the civil administration of the country into Indonesian hands. Setelah terus-menerus tuntutan, Jepang akhirnya setuju untuk menempatkan administrasi sipil dari negara ke tangan Indonesia. This was a golden opportunity for nationalist leaders to prepare for the proclamation of Indonesia's independence. Ini adalah kesempatan emas bagi para pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
sumber : embassy of indonesia ottawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar